SINANDONG MANCA

Sabtu, 19 Juni 2010

Bahagian II

Didaratan , yang berkuasa atas daerah tempat ketiga nelayan itu bermukim adalah sebuah kerajaandi hulu Sungai Asahan yang bernama Huta Bayu dekat daerah Bandar Pulau Kabupaten Asahan. Didalam kerajaan itu yang memerintah seorang raja yang berasal dari gunung yaitu Tanah Batak yang bernama Raja Margolang. Beliau memerintah di negeri itu jauh sebelum masuknya agama Islam di daerah itu. Kepercayaan yang dianut oleh penduduk negeri itu pada ketika itu adalah " Pelbegu" yaitu takut kepada roh jahat (mambang) yang dapat mengganggu kehidupan dan kebahagiaan hidup didunia ini.
Raja Margolang ini mempunyai seorang putri yang cantik jelita. Baginda Raja sangat menyayanginya dan memanjakan puterinya itu, sehingga puterinya tidak dibenarkan keluar dari istananya, karena taku kalau-kalau diganggu orang jahat, begu atau mati dimakan binatang buas.
Ketika sang Puteri Raja, boru Margolang sedang duduk-duduk dianjungan istana, tiba-tiba ia tersentak oleh suara andungan kesedihan dari kejauhan dengan diiringi suara musik yang sangat memilukan hati Sang Puteri. Hatinya perih mendengar suara yang dibawa oleh angin dari arah laut.
Sang Puteri ingin mengetahui siapakah yang melagukan andungan yang menyedihkan itu. Segera ia memanggil inang pengasuhnya. " Hai mak inang.." panggil sang puteri. "Ampun patik tuan puteri" sahut mak inang pengasuh dengan sembahnya. " coba mak inang selidiki dan cari suara siapakah yang menyanyi andungan yang menyedihkan itu"? kata sang puteri. " Segera patik menjunjung perintah" jawab mak inang
Maka berangkatlah mak inang pengasuh dengan sebuah perahu cukup dengan persediaan perbekalan di jalan, menyusuri sungai Asahan menuju daerah pantai dimana suara itu terdegar.
Setelah hampir sampai sehari di dalam perjalanannya, maka sampailah mak inang di daeah Si Rantau ( sekarang disebut Pantai Ealng di pinggir sungai Silau Kotamadya Tanjung Balai). Terlihat olehnya tiga orang nelayan dengan sampan hitam dan berlayar warna putih. Nelayan yang di dalam sampan itu terus saja menyenandungkan lagu diiringi suara bangsi dan gendang. Mak inang mendengarkan andungan itu, samapi perahu itu menghilang menuju arah Lubuk Cingkam.
Setelah nelayan itu tidak nampak lagi, mak inangpun kembali ke istana untuk melaporkan hasil penglihatannya itu kepada puteri Raja boru Margolang. Mak inang menceritakan seluruhnya tentang apa yang telah dilihatnya dan andungan lagu yang didengarnya, sebagai berikut :
oooooooooo..................
pukullah gendang kulit biawak
sedikitlah tidak berdentum lagi
kamano untung ondak dibawa.....untung badan eeee...
sedikit tidak berubah lagi

oooooooooo..................
apo dikocal didalam padi
piring rotak Indragiri
apolah kosal di dalam hati....nasib badan eee....
sudah rotak takdirnya diri

oooooooooo..............
sayang Singkarak tanah di bondung
di bondung anak Indragiri
bukan salah ibu mengandung....intan payung eee....
sudah rotak permintaan diri

Perkataan andung ini kelak berubah menjadi " Sinandong"

Setelah mendengarkan apa yang telah diceritakan oleh mak inang itu sang puteri pun lalu bersedih dan berlari menemui ayahandanya Baginda Raja, tetapi begitu ia sampai kedalam istana, tuan puteri tertegun melihat ayahandanya dan ibundanya sedang bercumbu rayu, segera tuan puteri berbalik dan berlari kekamarnya mengunci diri dan tidak keluar-keluar lagi. Pikirannya kusut masai, bagaikan ada sesuatu pertentangan bathin yang dihadapinya. Berhari-hari tanpa makan dan minum. Permaisuri Raja mulai gelisah melihat keadaan puterinya , beliau tidak dapat melihat penyakit apa yang diderita puterinya, karena kamar terus menerus terkunci dari dalam dan tak dapat dibuka , walaupun telah berulang kali dipanggil-panggil namun tidak ada sahutan dari dalam kecuali sayup-sayup terdengar isak tangis sang putri.
Permaisuri Raja resah hatinya kalau-kalau penyakit buah hati pengarang jantungnya itu kian bertambah melarat. Hal ini secepatnya disampaikan kepada baginda Raja. Bukan main terkejutnya baginda mendengar hal itu dan beliau cemas kalau-kalau cahaya hatinya itu akan meninggalkannya untuk selama-lamanya.
Baginda Raja memanggil seluruh dayang-dayang untuk dimintai keterangan apakah mereka tahu sebab-musabab penyakit belahan jiwanya itu. Namun tak seorang pun yang dapat menjelaskan asal mula penyakit anandanya yang sangat dimanjanya itu.
Tiba-tiba mak inang pengasuh teringat akan kejadian tentang tiga nelayan yang meng-andungkan lagu yang sangat menyedihkan pada beberapa hari yang lalu. Segera hal itu diceritakannya kepada Baginda Raja tentang apa yang telah terjadi sebenarnya.
Bukan main marahnya Baginda Raja mendengar laporan mak inang itu. Diperintahkannya seluruh hulubalang dan pengawal untuk menangkap tiga orang nelayan yang diceritakan oleh mak inag itu untuk dihadapkan kepada Sri Baginda.
"Ampun patik tuanku, segala perintah telah hamba junjung, dan tiga orang nelayan ini hamba hadapkan ke bawah duli tuanku" Baginda Raja memandang dengan sorot mata yang tajam kepada ketiga nelayan itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar